OLEH: FERRY TAS, S.H., M.HUM., M.SI., DT. TOEMBIDJO
(Asisten Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Kejati
Sulsel / Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Hasanuddin)
Pilar pemerintahan yang kuat adalah penegakan hukum
yang berkepastian, dan mampu menghadirkan keadilan subtansial serta bermanfaat
bagi masyarakat. Sebagai intitusi penegak hukum dan keadilan Kejaksaan diberikan
tugas besar oleh negara untuk memenuhi harapan dan tuntutan rakyat akan
penegakan hukum yang objektif, terencana, terukur dan akuntabel. Kejaksaan yang telah berusia 79 tahun
menjadi lembaga penegak hukum yang usianya hampir sama dengan lahirnya
Indonesia Merdeka. Dalam perjalanan 79 tahun tersebut Kejaksaan telah
menunjukkan eksistensi, kontribusi, menyesuaikan dalam setiap perkembangan dan
perubahan, dan memenuhi tuntuan kebutuhan hukum, serta telah membuktikan bahwa
Kejaksaan terus berbakti pada negeri. Kejaksaan tampil menjadi lembaga modern
dan humanis melalui fungsi penegakan dan pelayanan hukum yang terus digaungkan
dibawah Kepemimpinan Jaksa Agung Republik Indonesia, Bapak Prof. Dr. H.
Sanitiar Burhanuddin, S.H., M.M.
Teringat pesan teologis Islam bahwa, yang harinya sekarang lebih baik daripada
kemarin maka dia termasuk orang yang beruntung. Yang harinya sama dengan
kemarin maka dia adalah orang yang merugi. Pesan dari negeri Minangkabau
bahwa, Sabuang salapeh hari patang, si bungsu nan indak baradiak lai bahwa,
sebelum menuntup tahun 2024, tulisan akhir tahun ini menjadi momentum
penulis untuk menyambut tahun baru dengan harapan dan optimisme bahwa tahun
depan akan menjadi lebih baik, begitupun dengan Kejaksaan maka setiap lembaran
waktu yang dilalui harus berdampak dan semakin meningkatkan pencapaian
institusi dalam penegakan dan pelayanan hukum. Beberapa tantangan yang telah menanti
institusi Kejaksaan di Tahun 2025 terkait dengan Penguatan Kedudukan Kejaksaan
Dalam Sistem Ketatanegaraan RI berkaitan dengan arah politik hukum dalam waktu
dekat akan dihadapi yaitu pengaturan Kejaksaan yang telah diusulkan oleh Badan
Legislasi DPR RI dan menjadi Prolegnas Prioritas 2025 tentang perubahan kedua
undang-undang Kejaksaan. Kemudian politik hukum jangka panjang berkaitan dengan
kedudukan Kejaksaan dalam sistem ketatanegaraan RI adalah pengaturan materi
muatan Kejaksaan Agung masuk dalam UUD NRI Tahun 1945, hal tersebut memiliki
dasar yang kuat jika dilihat dari sisi
fungsi serta kewenangan yang paling pokok adalah menjalankan penuntutan yang
mewakili pemerintah negara di depan peradilan (yudikatif) sehingga merupakan
hal pokok dan penting yang selayaknya menjadi materi muatan dalam suatu
undang-undang dasar, jalurnya tentu melalui amandemen konstitusi sehingga Kejaksaan memiliki constitusional
competence.
Menyambut perubahan kedua undang-undang Kejaksaan hal
mendasar yang perlu dipahami terkait dengan nilai dasar dan kedudukan institusi
Kejaksaan. Peran dan kedudukan Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum yang
memiliki kewenangan Dominus Litis menjadikan Kejaksaan sangat strategis
dan memiliki posisi kunci dalam penegakan hukum khususnya dalam sistem
peradilan pidana. Prinsip dominus litis mengatur bahwa Jaksa memiliki kedudukan
untuk mengatur jalannya proses hukum dan memegang kendali atas penanganan perkara.
Meskipun penyidik telah menyelesaikan penyidikan dan mengumpulkan bukti,
keputusan akhir untuk melimpahkan ke pengadilan atau menghentikan suatu perkara
tetap berada pada penuntut umum dengan berdasar pada hukum. Pemaknaan dan
pemahaman terkait dengan asas dominus litis pada dasarnya tidak terbatas
pada prapenuntutan dan penuntutan, namun dimulai dari awal penanganan perkara.
Dalam berbagai sistem hukum di dunia ruang lingkup penuntutan telah dimulai
dari tahapan pengumpulan alat bukti atau tahap Penyidikan yang pada dasarnya inheren
dengan penuntutan.
Penerapan dalam sistem peradilan pidana Indonesia
mengalami pemahaman dan pemaknaan yang berbeda dengan nilai dasar asas dominus
litis, yaitu Jaksa Penuntut Umum baru mulai bergerak ketika Penyidik
melakukan penyerahan berkas perkara atau tahap 1, ketika berkas perkara
tersebut kurang lengkap maka Penuntut Umum hanya dapat melakukan pengembalian
berkas perkara untuk dilengkapi (P-18/19). Kewenangan Jaksa hanya dapat
mengembalikan berkas berkara, tidak dapat memerintahkan atau melakukan
penghentian penyidikan, walaupun perkara tersebut berdasarkan penalaran yang
wajar secara nyata tidak dapat dilakukan penuntutan. Hal tersebut pada dasarnya
bersebrangan dengan prinsip dasar dominus
litis Jaksa. Walaupun Jaksa tidak memiliki kewenangan memerintahkan
penghentian penyidikan tindak pidana umum, tetapi Jaksa memiliki kewenangan
melakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (RJ) yang
diatur dengan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020. Keadilan restoratif
(RJ) menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan keseimbangan
perlindungan dan kepentingan korban dan pelaku tindak pidana yang tidak
berorientasi pada pembalasan.
Optimalisasi peran dan kedudukan Jaksa berdasarkan
prinsip nilai dasar Dominus Litis merupakan aspek penting dalam
memberikan perlindungan dan jaminan kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan
dalam sistem peradilan pidana. Maka penyelenggaraan politik hukum Kejaksaan
harus memerhatikan dan mempertimbangkan nilai dasar Dominus Litis yang
merupakan marwah institusi Kejaksaan.
Implementasi nilai dasar dominus litis akan sangat
menentukan ketika dilakukan proses penuntutan karena Kejaksaan sebagai
pelaksana tunggal penuntutan dalam sistem peradilan pidana. Kedaulatan
Penuntutan bersifat fundamental, dimana hanya Kejaksaan yang memiliki
kewenangan melakukan penuntutan dalam perkara pidana. Hal tersebut berarti
bahwa hanya Kejaksaan yang
berhak menjadi pengendali perkara dan perwujudan single prosecution system.
Selain sebagai pelaksana tunggal penuntutan, Kejaksaan
juga berkedudukan sebagai Advocaat Generaal yang merupakan kewenangan
atributif yang diberikan kepada Jaksa Agung untuk berperan sebagai pengacara
negara. Kejaksaan selain sebagai penuntut umum tertinggi, juga sebagai
pengacara negara yang dapat mewakili kepentingan hukum negara.
Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, Kejaksaan Republik
Indonesia telah menunjukkan sejumlah capaian signifikan dalam menjalankan tugas
dan fungsinya sebagai lembaga penegak hukum. Pencapaian ini mendapatkan
apresiasi dari masyarakat yang menjadikan Kejaksaan sebagai lembaga penegak
hukum yang paling dipercaya publik. Penilaian tersebut tentunya sejalan dengan harapan dan tuntutan hukum
masyarakat. Hal ini merupakan landasan untuk melakukan optimalisasi peran dan
kedudukan Kejaksaan dalam penegakan dan pelayanan hukum ditengah-tengah
masyarakat.
Seiring dengan dinamika ketatanegaraan dan arah
politik hukum pengaturan Kejaksaan. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi
menyetujui 41 Rancangan Undang-Undang (RUU) masuk dalam Program Legislasi
Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. Salah satu dari Usulan Badan Legislasi
(Baleg) yaitu RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan RI. Maka momentum perubahan Undang-Undang Kejaksaan ini merupakan
jalan konstitusional dalam mengokohkan kedudukan Kejaksaan dalam sistem
ketatanegaraan RI dengan harapan agar Kejaksaan memperbesar kontribusi dalam pembangunan
hukum demi kepentingan masyarakat, seperti kepercayaan masyarakat kepada
institusi Kejaksaan yang terus meningkat dan menunjukkan tren ekponensial
menanjak. Aspek penting yang harus diperhatikan dalam perubahan kedua
undang-undang Kejaksaan yang menjadi catatan penulis adalah mempertahankan dan
penguatan kewenangan yang telah ada sebelumnya, kemudian yaitu; terobosan hukum
yakni melalukan penguatan dominus litis dalam tahap penyidikan; pengaturan
terkait keadilan restoratif dalam materi muatan undang-undang; penguatan
kewenangan penanganan perkara tindak pidana korupsi dengan menyebutkan secara
langsung dalam materi muatan bukan lagi pada penjelasan pasal; kemudian aspek
yang tak kalah penting adalah jaminan perlindungan dan peningkatan
Kesejahteraan Insan Adhyaksa.
Demi mensukseskan pelaksaan Prolegnas Tahun 2025,
Kejaksaan sebagai salah satu lembaga yang akan dibahas terkait dengan dasar
pengaturannya maka diharapkan Kejaksaan dapat berkontribusi aktif seperti
melakukan penelitian, pengkajian, FGD dengan menangkap berbagai pendapat
terkait dengan penguatan yang relevan dengan Kejaksaan dengan tujuan
pembangunan hukum nasional yang berkepastian, berkeadilan dan memberikan
kebermanfaatan kepada masyarakat. Hasil penelitian, pengkajian ataupun FGD yang
dilakukan dapat menjadi masukan dalam pembahasan perubahan Kedua Undang-Undang
Kejaksaan yang harapannya dapat memperkokoh kedudukan Kejaksaan dalam sistem
Ketatanegaraan Indonesia.
Sejalan dengan hal tersebut juga diharapkan kepada
seluruh Insan Adhyaksa untuk menjaga dan meningkatkan pencapaian kinerja yang
sudah sangat luar biasa dibawah Kepemimpinan Jaksa Agung Republik Indonesia,
Bapak Prof. Prof. Dr. H. Sanitiar Burhanuddin, S.H., M.M. dan kerja keras seluruh insan adhyaksa di seluruh
negeri yang selalu tulus mengabdi kepada masyarakat dan negara. Sesuai dengan
amanat Jaksa Agung bahwa, dalam menjalankan tugas dan kewenangan penegakan dan
pelayanan hukum harus dilakukan secara tegas dan tuntas, namun tetap humanis
dengan menjaga integritas diri dan menjaga marwah institusi yang kita cintai
dan banggakan bersama.
Tulis Komentar