Oleh : H. Feri Tas, S.H., M.Hum., M.Si., Dt. Toembijo
(Asdatun Kejati Sulsel / Panghulu/Datuak/Niniak Mamak Suku Melayu Nagari Kapau)
Desember 1958, Seorang pemuda tegap berusia 34 tahun menerawang, dalam pikirannya kembali muncul ide yg selalu dirahasiakannya, dia berpesan kepada isterinya supaya merahasiakan kepergiannya. Hari itu dia ingin mewujudkannya, diambilnya sepeda "unto" tua, yg disebutnya kereta angin, perlahan veteran 45 ini mulai mengayuh sepeda berangkat dari rumah isterinya di kampung Talago manih.
Dia baru saja menjadi penghulu bergelar Datuk sekitar tiga tahun yg lalu, sebuah gelar pemimpin adat di kaumnya. Ketika sudah bergelar Datuk maka nama kecil tidak boleh disebut lagi, biasanya dipanggil Inyiak Datuak atau di daerah lain Angku Datuak.
Taluak paham, gumamnya dalam hati. Ketika jalan beberapa puluh meter ada yg bertanya akan tujuannya mau kemana. Dia jawab mau ke pasar jumat.
Ketika sampai di pasar jumat dia tidak berhenti tapi terus saja mengayuh sepeda, kemudian ada lagi yg bertanya mau kemana, maka dijawabnya mau ke simpang gabaru. Begitulah, dia tidak ingin ada orang yg tahu tujuan sebenarnya kemana, padahal tujuan sebenarnya adalah ke taluak paham, sebuah dusun di desa/nagari koto ramaik .
Setibanya di pertigaan simpang gabaru langsung belok kanan, tidak sampai setengah kilometer tibalah pak datuk di Taluak paham, tujuannya semula. Sebuah kawasan gurun persis di tepi jalan raya Pakan ahad yg tidak begitu besar tapi dikelilingi hamparan sawah yg luas. Kalau diteruskan jalan maka akan sampai di Pakan ahad, ibukota kecamatan Koto sapuluah.
Di kawasan tersebut tidak banyak perumahan penduduk, hanya beberapa buah saja. Tapi yang sangat mencolok adalah barikade karung pasir yg dibaliknya terdapat lobang persembunyian tentara, dan ada juga kawat berduri. Disanalah dibangun markas kompi B Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI), sekaligus sebagai benteng pertahanan menghadapi tentara PRRI. Ada beberapa orang tentara yg berjaga tapi tidak begitu ketat penjagaannya.
Pak datuk langsung menuju sebuah rumah, tempat tinggal karib kerabat atau mamak (Paman) nya sesuku atau disebut berbelahan. Nama atau gelar paman nya ini penulis lupa. Dalam pikiran pak datuk dia ingin pamannya ini mau menemaninya untuk menemui komandan kompi.
Singkat cerita mereka berdua berhasil masuk ke ruangan kerja komandan kompi. Dari pamannya pak datuk jadi tahu bahwa komandan kompi tersebut bernama Letnan satu Djamil. Pamannya mengenalkan pak datuk kepada Letnan Djamil. Mereka bersalaman dan saling memperkenalkan nama masing-masing. Dari logatnya maka diketahui bahwa Letnan Djamil adalah orang Jawa.
Kemampuan pak datuk berbicara dan bercerita membuat Letnan Djamil tertarik dan bersemangat mendengarkan cerita pak datuk. Mulai pengalaman ketika pernah jadi tentara Heiho di zaman Jepang, sampai jadi pimpinan perjuangan menghadapi Belanda, sebagai komandan Pasukan Mobil Teras (PMT) di Sungai jambu, hingga zaman PRRI sekarang sebagai pendiri Pasukan Saga Djantan (PSD) atas restu Kolonel Dahlan Djambek. Diuraikannya secara jujur dan apa adanya.
Keberanian pak datuk datang menemui komandan kompi, memang diluar dugaan banyak orang. Padahal sebelumnya dia kader PRRI. Namun Letnan Djamil tidak curiga meskipun tidak langsung percaya begitu saja berubahnya haluan pak datuk. Apalagi ketika mengetahui bahwa pak datuk juga seorang pemangku adat atau Ninik Mamak. Barangkali dalam pikiran Letnan Djamil orang ini bisa dipercayai dan dimanfaatkan, karena berpengaruh di masyarakat. Apalagi kecerdasan pak datuk melontarkan idenya yg dianggap masuk akal oleh Letnan Djamil.
Diantaranya ide membuat pos pendistribusian semacam KTP di simpang Gabaru, bagi penduduk yg masuk serta keluar kota. Karena selama ini tersendat, sebab umumnya masyarakat takut berurusan ke markas kompi. Langsung saja ide ini disambut antusias Letnan Djamil.
Khabar datangnya pak datuk ke markas kompi sampai juga kepada pasukan PRRI yg berada di hutan-hutan bukit barisan, tapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa, tapi sebagian besar menganggap itu adalah siasat dari pak datuk.
Sementara itu pak datuk juga waspada dan terus memantau berita dari luar, karena bisa saja anggota PRRI menganggap pak datuk telah berkhianat. Tapi berkat info dari orang kepercayaannya, kemungkinan ini dapat diminimalisir. Namun meskipun demikian, setelah beberapa hari di markas kompi, pak datuk curiga atas keselamatan isteri dan dua anaknya yg masih kecil di kampung Talago manih, maka atas izin komandan kompi, keluarganya akhirnya dijemput dengan pengawalan beberapa orang tentara yg bersenjata lengkap dan berhasil dibawa ke Taluak paham.
Keberadaan pak datuk di markas kompi, telah tersebar beritanya ke , kampung halamannya Sungai jambu. Banyak masyarakat yg menyesalkan, ada yg menganggap pengkhianat, bermuka dua dsb.
Mendengar itu pak datuk tidak ambil pusing dan dia tetap pada pendiriannya. Hadirnya pak datuk di markas menjadi amunisi baru dan darah segar bagi prajurit. Sehingga banyak kemajuan yg dicapai sejak diterapkannya ide cemerlang dari pak datuk.
Namun ibarat pepatah, sepandai-pandai tupai melompat agak sekali jatuh juga. Ketika operasi tentara APRI menggerebek tempat persembunyian tentara PRRI, saat itulah ditemukan berkas notulen rapat yg ketinggalan. Dalam berkas ini disebutkan yg maksudnya kurang lebih bahwa PRRI akan mengangkat pak datuk sebagai Walinagari Sungai jambu jika menang menghadapi pemerintah pusat.
Dengan ditemukannya berkas tersebut, membuat pak datuk menjalani hari-hari yg kelam dan sulit. Sehingga harus berurusan ke Batalyon C di kota. Berdasarkan pemeriksaan akhirnya pak datuk ditahan di markas Batalyon selama beberapa bulan.
Ketika pak datuk berada di tahanan, Letnan Djamil yg sudah akrab dengannya, dan dianggapnya sebagai sahabat sejati tidak dapat berbuat apa-apa. Tapi dia berjanji akan berusaha membantu membebaskan pak datuk dari tahanan, setelah kembali dari Jawa karena ada urusan di sana.
Ketika masih berada dalam tahanan, pak datuk mendengar berita dari pembezuk bahwa pak Campim yg merupakan pimpinan PKI di Sungai jambu telah ditembak dan tewas di daerah Rateh Sungai jambu. Kemudian berkembang desas-desus dari anak buah pak Campim bahwa terbunuhnya pak Campim karena adanya perintah halus dari pak Datuk yg sekarang ditahan di Batalyon, padahal kenyataannya tidak demikian, meskipun pak datuk adalah anti PKI. Dan berita ini sampai ke telinga komandan Batalyon, sehingga tidak lama kemudian pak datuk dipindahkan ke ruangan yang sangat sempit yg luasnya tidak lebih dari 2x2 meter, hanya ada ventilasi udara tidak ada jendela bahkan ruangan sekecil itu diisi sembilan orang.
Hari demi hari pun dijalani pak datuk di kamar sempit. Namun nasib baik rupanya berpihak kepada pak datuk, di hari yg kesembilan beliau dibebaskan. Pembebasan ini berkat bantuan Letnan Djamil yg telah kembali dari Jawa. Pertolongan Letnan Djamil ternyata tidak tanggung-tanggung, sehingga pak datuk bebas murni dan boleh pulang ke rumah seperti sediakala. Setelah dikenakan tahanan selama dua bulan sembilan hari.
Berkat izin Allah SWT dan bantuan Letnan Djamil sahabatnya, pak datuk kembali menghirup udara bebas. Pak datuk berhutang budi kepada Letnan Djamil dan membuktikan bahwa persahabatan tidak akan pernah luntur dalam keadaan suka maupun duka.
Di markas Batalyon tersebut lah kali terakhir pertemuan dua sahabat, setelah itu tidak ada lagi pertemuan. Informasi yg diperoleh beberapa tahun setelah itu Letnan Djamil menjadi Komandan Kodim di sebuah kota dengan pangkat Letnan Kolonel.
Waktu pun berlari sesuai kodratnya, tidak terasa sampailah kepada akhir Perjalanan PRRI yg mengkoreksi pemerintah pusat. Sinyal dari Presiden Soekarno yg akan memberikan Amnesti kepada seluruh tentara PRRI dan pengikutnya yg semakin terdesak, semakin mempercepat berakhirnya PRRI. Maka diumumkan peletakan senjata bagi seluruh tentara PRRI/ex Divisi Banteng dan juga bagi seluruh pejabat teras PRRI dari pusat sampai ke pelosok daerah. Diawali nantinya penyerahan komandan militer PRRI Letkol Ahmad Husein di Padang. Khusus daerah Koto sapuluah dan sekitarnya penyerahan ini banyak dibantu oleh pak datuk berkat kedekatannya dengan komandan kompi Letnan Djamil. Orang yg takut akhirnya berani menyerahkan diri atas bantuan dari pak datuk, dengan lancar tanpa urusan yg berbelit-belit baik dari kalangan militer maupun sipil. Bagi kalangan militer syarat untuk menyerah adalah membawa sebuah senjata organik.
Sebuah nasihat yg mengandung hikmah mendalam dari beliau Syaikh Sulaiman Ar-Rasuly, dikutip dari tulisan beliau: "Wahai anak den Muhammad Arif, anak nan gadang dalam kampuang, kampuang banamo Talago manih dalam nagari taluak paham. Iduik Ndak buliah sanang diam, iduik tangguang jan dipakai, cilako mudo tu nak kanduang. Iduik tangguang den katokan, Kayu gadang tangguang bungkuak, ka bajak Indak amuah, ka singka kok ampang amek, ka dapua kasudahannyo.
Kesimpulan nasihat: siapapun kita, bagaimanapun keadaan kita hendaklah bermanfaat bagi sesama, kalau tidak bisa memberi manfaat jangan mengganggu sesama. Si Buto paambuih lasuang, Si Lumpuah panggarau ayam, si Pakak panembak badia.
Tulis Komentar